Hidup itu Kebahagiaan yang harus di syukuri

Minggu, 25 November 2012

rangkuman jurnal



Perbedaan Intensitas Penggunaan Internet
Ditinjau dari Tipe Kepribadian Dan Jenis Kelamin

Penulis : Itryah
Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma, Palembang
Vol. 1 No. 1, Juli 2004

Internet sudah ada semenjak dua puluh lima tahun yang lalu, dalam kurun waktu itu internet menjadi suatu jaringan yang disebut ARPANET. Menurut Suharsono dan Wijaya (1998), pada saat dioperasikan, sistem ARPANET menghubungkan sejumlah universitas yang ada di Amerika Serikat. Protokol yang digunakan pada saat itu sangat lamban dan menyebabkan jaringan yang ada menjadi sibuk. Menjelang tahun 1974, Vinton G. Cerf dan Robert E. Kahn membuat sketsa rancangan dasar untuk mengembangkan lebih lanjut protokol internet (IP: Internet Protokol) dan protokol kontrol transmisi (TCP: Transmission Control Protocol). Kedua protokol ini yang merupakan dasar dari protokol TCP/IP, telah digunakan di seluruh jaringan ARPANET. Dalam perkembangan lebih lanjut, protokol ini mempunyai kemampuan untuk menyediakan interface (antarmuka) dengan berbagai jenis komputer.
Saat ini berbagai data menunjukkan bahwa internet telah, sedang dan akan terus berkembang pesat di berbagai penjuru dunia. Untuk Indonesai, data yang dikemukakan oleh Tjiptono dan Santoso (2000:5) menunjukikan bahwa komposisi pengguna internet di Indonesia pada tahun 1996 meliputi: 42,8% kalangan bisnis atau komersial; 29,9% pendidikan; 20,9% pemerintah; 5,8% riset, dan 1 % LSM.
Secara psikologis, ditinjau dari tipe kepribadiaannnya menurut Junk terdapat dua tipe pengguna internet, yaitu manusia yang bertipe ekstrovert dan tipe introvert. Orang yang ekstrovert terutama dipengaruhi oleh dunia objektif yaitu dunia di luar dirinya. Sementara itu, orang introvert terutama berorientasi ke dalam, yakni pada pikiran dan perasaannya. Tindakan-tindakannya terutama ditentukan oleh faktor subjektif. Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik, jiwanya tertutup, sukar bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, kurang dapat menarik hati orang lain tetapi penyesuaian dengan batinnya sendiri baik. 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan intensitas penggunaan internet sesuai dengan tipe kepribadian dan jenis kelamin. Populasi penelitian adalah mahasiswa UMM yang berada di tahun akademik 1998-2001. Subyek penelitian adalah 85 siswa, yang terdiri dari 39 laki-laki dan 46 perempuan dengan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan Kepribadian Eysenck s Inventory-A. Validitas dan reliabilitas dari instrumen yang dinilai menggunakan Product-Moment Pearson dan koefisien Alpha Cronbach. Data dianalisis dengan menggunakan 2-Cara teknik ANOVA dengan cara SPS IBM / DI. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa (1) ada perbedaan yang signifikan pada intensitas penggunaan internet sesuai dengan tipe kepribadian, di mana intensitas lebih besar pada subjek dengan menutup diri dari tipe kepribadian ekstrovert (F = 5,824, p = 0,017); (2) tidak ada perbedaan yang signifikan pada intensitas penggunaan internet menurut jenis kelamin (F = 2,438, p = 0.118), dan (3) ada intensitas penggunaan yang sangat signifikan yang berbeda di internet sesuai dengan tipe kepribadian dan jenis kelamin, di mana intensitas adalah lebih besar pada laki-laki pendiam baik dibandingkan ekstrovert introvert atau laki-laki perempuan (F = 22,253, p = 0,000).
Berdasarkan hasil analisis terhadap ketiga hipotesis penelitian sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1-   ada perbedaan intensitas penggunaan internet yang signifikan ditinjau dari tipe kepribadian, di mana pengguna internet yang bertipe kepribadian introvert memiliki intensitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengguna internet yang bertipe kepribadian ekstrovert;
2-  tidak ada perbedaan intensitas penggunaan internet ditinjau dari jenis kelamin; dan Perbedaan Intensitas Penggunaan Internet Ditinjau dari TipeKepribadian
3- ada perbedaan intensitas penggunaan internet yang sangat signifikan ditinjau dari tipe kepribadian dan jenis kelamin, di mana laki-laki introvert memiliki intensitas yang tinggi dibandingkan dengan perempuan introvert dan jika dibandingkan dengan pengguna laki-laki ekstrovert.

Minggu, 04 November 2012

Sistem Pakar Psikologi Untuk Diagnosa Fobia



Sistem pakar adalah suatu program komputer yang mengandung pengetahuan dari satu atau lebih pakar manusia mengenai suatu bidang spesifik. Jenis program ini pertama kali dikembangkan oleh periset kecerdasan buatan pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an dan diterapkan secara komersial selama 1980-an. Bentuk umum sistem pakar adalah suatu program yang dibuat berdasarkan suatu set aturan yang menganalisis informasi (biasanya diberikan oleh pengguna suatu sistem) mengenai suatu kelas masalah spesifik serta analisis matematis dari masalah tersebut. Tergantung dari desainnya, sistem pakar juga mampu merekomendasikan suatu rangkaian tindakan pengguna untuk dapat menerapkan koreksi. Sistem ini memanfaatkan kapabilitas penalaran untuk mencapai suatu simpulan.

 Struktur Sistem Pakar
Komponen utama pada struktur sistem pakar (Hu et al, 1987) meliputi:
1.    Basis Pengetahuan (Knowledge Base)
Basis pengetahuan merupakan inti dari suatu sistem pakar, yaitu berupa representasi pengetahuan dari pakar. Basis pengetahuan tersusun atas fakta dan kaidah. Fakta adalah informasi tentang objek, peristiwa, atau situasi. Kaidah adalah cara untuk membangkitkan suatu fakta baru dari fakta yang sudah diketahui. Menurut Gondran (1986) dalam Utami (2002), basis pengetahuan merupakan representasi dari seorang pakar, yang kemudian dapat dimasukkan kedalam bahasa pemrograman khusus untuk kecerdasan buatan (misalnya PROLOG atau LISP) atau shell sistem pakar (misalnya EXSYS, PC-PLUS, CRYSTAL, dsb.)

2.    Mesin Inferensi (Inference Engine)
Mesin inferensi berperan sebagai otak dari sistem pakar. Mesin inferensi berfungsi untuk memandu proses penalaran terhadap suatu kondisi, berdasarkan pada basis pengetahuan yang tersedia. Di dalam mesin inferensi terjadi proses untuk memanipulasi dan mengarahkan kaidah, model, dan fakta yang disimpan dalam basis pengetahuan dalam rangka mencapai solusi atau kesimpulan. Dalam prosesnya, mesin inferensi menggunakan strategi penalaran dan strategi pengendalian.
Strategi penalaran terdiri dari strategi penalaran pasti (Exact Reasoning) dan strategi penalaran tak pasti (Inexact Reasoning). Exact reasoning akan dilakukan jika semua data yang dibutuhkan untuk menarik suatu kesimpulan tersedia, sedangkan inexact reasoning dilakukan pada keadaan sebaliknya.
Strategi pengendalian berfungsi sebagai panduan arah dalam melakukan prose penalaran. Terdapat tiga tehnik pengendalian yang sering digunakan, yaitu forward chaining, backward chaining, dan gabungan dari kedua tehnik pengendalian tersebut.

3.    Basis Data (Database)
Basis data terdiri atas semua fakta yang diperlukan, dimana fakta-fakta tersebut digunakan untuk memenuhi kondisi dari kaidah-kaidah dalam sistem. Basis data menyimpan semua fakta, baik fakta awal pada saat sistem mulai beroperasi, maupun fakta-fakta yang diperoleh pada saat proses penarikan kesimpulan sedang dilaksanakan. Basis data digunakan untuk menyimpan data hasil observasi dan data lain yang dibutuhkan selama pemrosesan.

4.    Antarmuka Pemakai (User Interface)
User interface merupakan mekanisme yang digunakan oleh pengguna dan sistem pakar untuk berkomunikasi. Sistem pakar menampilkan pertanyaan-pertanyaan yang hanya
perlu dijawab oleh pengguna. Pertanyaanpertanyaan itu harus dijawab dengan benar dan sesuai dengan masalah yang dihadapi pengguna. Antarmuka menerima jawaban dari pengguna dan selanjutnya sistem pakar mencari dan mencocokan ke dalam aturan sehingga diperoleh suatu kesimpulan. Jadi antarmuka menerima input berupa jawaban dari pemakai dan mengubahnya kedalam bentuk yang dapat di terima oleh sistem. Selain itu antarmuka menyajikan informasi dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh pemakai. Menurut Mcloed Pada bagian ini terjadi dialog antar program dan pemakai, yang memungkinkan sistem pakar menerima instruksi dan input dari pemakai, juga memberikan informasi (output) kepada pemakai.

Fobia
1.        Definisi Phobia
penjelasan tentang fobia itu sendiri diawali dengan kata dalam bahasa Yunani yang menyebutkan objek atau situasi yang ditakuti. Kata fobia diambil dari nama dewa Yunani Phobos, yang takut kepada musuh-musuhnya. Para psikopatologi mendefinisikan fobia sebagai penolakan yang mengganggu yang diperantarai oleh rasa takut yang tidak proporsional dengan bahaya yang dikandung oleh objek atau situasi tertentu dan diakui oleh si penderita sebagai sesuatu yang tidak berdasar (Davison, Neale dan kring, 2010).
Kaplan, Sadock dan Grebb (1997) mengemukakan fobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap objek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Adanya atau diperkirakan akan adanya situasi fobik menimbulkan ketegangan parah pada orang yang terkena, yang mengetahui bahwa reaksi adalah berlebihan. Namun demikian, reaksi fobik menyebabkan suatu gangguan pada kemampuan seseorang untuk berfungsi di dalam kehidupannya.
Menurut Al-Barry, Akmalia dan Usman (2001) fobia merupakan suatu ketakutan yang kuat, tegar terus menerus, dan irasional, yang ditimbulkan oleh satu perangsang atau situasi khusus, seperti satu ketakutan yang abnormal terhadap tempat-tempat tertutup. Beberapa dari fobia umum lainnya ialah : agoraphobia (takut pada ketinggian), claustrophobia (takut pada tempat tertutup), hematophobia ( takut pada darah), zoophobia (takut pada binatang).

2.        Etiologi Fobia
  1. Konflik masa lalu
  2. Konflik yang ditahan
  3. Konflik yang tidak selesai
  4. Sering menghindari masalah
  5. Memindahkan masalah
  6. interaksi antara pengalaman tidak menyenangkan
  7. Takut karena melihat orang lain takut
  8. Keturunan keluarga yang fobia
  9. Teror Perasaan panik
10.  Takut
11.  Horor
12.  Teror
13.  Detak jantung tidak beraturan
14.  Jantung berdebar kencang
15.  Kesulitan mengatur napas
16.  Dada terasa sakit
17.  Wajah memerah dan berkeringat
18.  Merasa sakit
19.  Gemetar
20.  Pusing
21.  Mulut terasa kering
22.  Merasa perlu pergi ke toilet
23.   Merasa lemas dan akhirnya pingsan
24.  Pengakuan bahwa rasa takut melampaui batas-batas normal dari  ancaman sebenarnya dari bahaya
25.  Reaksi yang otomatis dan tidak terkendali, praktis mengambil alih pikiran secara berlebihan
26.  Sesak napas
27.  Gemetar
28.  keinginan yang besar untuk melarikan diri dari situasi

3.      jenis fobia
a.       Tipe pertama adalah fobia spesifik yaitu ketakutan yang beralasan yang disebabkan oleh kehadiran atau antisipasi suatu objek atau situasi spesifik.
1.      Darah
2.      Cedera
3.      Penyuntikan
4.      Situasi
5.      Binatang
6.      lingkungan alami
b.      Tipe yang kedua adalah fobia sosial yaitu ketakutan menetap dan tidak rasional yang umumnya berkaitan dengan keberadaan orang lain.
7.      ketakutan terhadap penilaian orang lain
8.      rasa takut berada di tempat terbuka atau pusat keramaian
4.    obat yang kami sarankan sebagai solusi untuk mengobati penyakit tersebut meliputi:
a.       Terapi berbicara.
b.      Terapi pemaparan diri (Desensitisation).
c.       Menggunakan obat-obatan.

Dari gejala-gejala tersebut kita dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :
  • Jika etiologi yang timbul >10 dan objek adalah 1 dan 4  maka dia menderita fobia spesifik dan solusi obatnya adalah b
  • Jika etiologi yang timbul >10 dan objek adalah 7 dan 8 maka dia menderita fobia sosial dan solusi obatnya adalah a dan c
  • Jika etiologi yang timbul <10 fobia="fobia" font="font" maka="maka" menderita="menderita" tidak="tidak">
Contoh sistem pakar sederhana:
1.      Mulai
2.      Entry data awal (Usia, jenis kalamin, dll)
3.      Gejala penyebab (1-8)
4.      Pilihan yes/no dari gejala penyebab tersebut
5.      Objek yang ditakuti
6.      Pilihan berupa tabel dengan menchecklist
7.      Selesai
8.      Kesimpulan fobia yang dimiliki dan solusinya


 











Dengan sistem pakar ini kita dapat mendiagnosis fobia apa yang diderita dan memberikan solusi terapi apa yang harus dilakukan.




Referensi :
o   Naser, A. dan Zaiter, A. (2008). An expert system for diagnosing eye disease using clips. Journal of Theoretical and Applied Information Technology
o   Maslim. (2001). Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringklas PPDGJ-III. Jakarta : PT Nuh Jaya
o   Davison, Neale, & Kring. (2010). Psikologi abnormal. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada